Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat, orang-orang lumpuh dan orang-orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”
Arti dan Makna Lukas 14:13-14
Ayat ini merupakan bagian dari pengajaran Yesus tentang kerendahan hati dan sikap memberi yang benar. Dalam konteks ini, Yesus sedang berbicara kepada orang-orang yang sedang mengundang tamu untuk makan, dan Dia memberikan nasihat tentang siapa yang seharusnya diundang dalam perjamuan tersebut.
Maksud dari ayat-ayat ini adalah Yesus mengajarkan bahwa kita tidak seharusnya hanya memberi atau berbuat baik kepada orang yang bisa membalas kita, seperti teman-teman, kerabat, atau orang kaya yang mampu membalas kebaikan kita.
Sebaliknya, Yesus mengajak kita untuk mengundang orang-orang yang tidak bisa membalas, seperti orang miskin, yang cacat, yang lumpuh, atau yang buta—mereka yang sering kali diabaikan dalam masyarakat.
Yesus ingin mengajarkan prinsip kemurahan hati yang tulus dan tanpa pamrih. Memberi atau berbuat baik tidak seharusnya didorong oleh harapan akan balasan, tetapi lebih karena kasih dan kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang dalam keadaan kurang beruntung.
Dengan mengundang orang-orang yang tidak dapat membalas, kita menunjukkan bahwa kita memberi dengan hati yang murni, bukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Lebih lanjut, Yesus menegaskan bahwa orang yang memberi dengan sikap seperti itu akan “berbahagia” dan akan menerima balasan dari Tuhan pada “kebangkitan orang-orang benar”—yang merujuk pada hidup kekal.
Dalam hal ini, Yesus mengingatkan bahwa segala perbuatan baik yang kita lakukan dengan hati yang tulus akan dihargai oleh Allah pada waktu yang tepat, bukan di dunia ini, tetapi di kehidupan kekal nanti.
Makna dari Lukas 14:13-14 adalah mengajarkan tentang memberi yang tidak mengharapkan imbalan duniawi, tetapi memberi dengan kasih dan kemurahan hati.
Ini juga menunjukkan bahwa dalam Kerajaan Allah, ukuran berkat dan penghargaan bukan berdasarkan apa yang kita terima dari dunia ini, tetapi berdasarkan kesetiaan dan kebaikan yang kita lakukan dengan motivasi yang benar, yang pada akhirnya akan dihargai oleh Tuhan.