Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku

Arti dan Makna Matius 25:35-36

Ayat ini merupakan bagian dari perumpamaan mengenai “Domba dan Kambing” yang disampaikan oleh Yesus, yang menggambarkan penghakiman terakhir. Dalam konteks ini, Yesus menjelaskan apa yang akan terjadi ketika manusia dihakimi berdasarkan perbuatan mereka selama hidup di dunia.

Arti dari ayat-ayat ini adalah bahwa Yesus menilai perbuatan kasih dan kebaikan yang dilakukan terhadap orang lain sebagai perbuatan yang dilakukan terhadap-Nya sendiri.

Yesus menyatakan bahwa ketika seseorang memberi makan orang yang lapar, memberi minum yang haus, memberikan tumpangan kepada orang asing, memberi pakaian kepada yang telanjang, mengunjungi orang yang sakit atau dipenjara, mereka sebenarnya melayani-Nya.

Makna yang lebih dalam dari ayat-ayat ini adalah bahwa Yesus mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang yang menderita atau membutuhkan. Tindakan kasih dan kebaikan terhadap orang-orang yang lemah, tertindas, atau membutuhkan dianggap sebagai bentuk pelayanan langsung kepada Yesus sendiri.

Ini menekankan pentingnya empati, perhatian, dan belas kasihan terhadap sesama. Tidak hanya perbuatan baik terhadap orang yang dekat dengan kita yang dihargai, tetapi juga perbuatan baik terhadap mereka yang mungkin dianggap terpinggirkan atau tidak dikenal.

Dengan kata lain, Yesus mengajarkan bahwa iman yang sejati tidak hanya terwujud dalam kata-kata atau ritual keagamaan, tetapi dalam tindakan nyata yang mengasihi dan membantu sesama.

Dia menegaskan bahwa segala bentuk perbuatan kasih terhadap orang yang membutuhkan memiliki nilai yang sangat tinggi di mata Allah, karena itu dianggap sebagai pelayanan langsung kepada-Nya.

Latar Belakang dan Tujuan Penulisan Injil Matius

Injil Matius dengan tepat ditempatkan sebagai pengantar Perjanjian Baru dan pengenalan terhadap "Mesias, Anak Allah yang hidup" (Matius 16:16). Meskipun nama penulisnya tidak disebutkan dalam Alkitab, kesaksian dari para Bapa Gereja awal (sejak sekitar tahun 130 M) menyatakan bahwa Injil ini ditulis oleh Matius, salah satu murid Yesus.

Konteks Sejarah

Penulisan Injil Matius terjadi sekitar tahun 50-70 M, di tengah-tengah pertumbuhan gereja Kristen dan situasi di mana umat Kristen dihadapkan pada tantangan, baik dari pihak Yahudi maupun Romawi.

Jika Injil Markus ditulis untuk orang-orang Romawi dan Injil Lukas untuk Teofilus dan semua orang percaya non-Yahudi, maka Injil Matius ditulis untuk orang-orang percaya dari bangsa Yahudi.

Latar belakang Yahudi dari Injil ini terlihat dalam banyak hal, termasuk ketergantungannya pada pernyataan, janji, dan nubuat Perjanjian Lama untuk membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias yang telah lama dinantikan. Selain itu, Injil Matius merunut garis keturunan Yesus dari Abraham (Matius 1:1-17) dan sering kali menyebut Yesus sebagai "Anak Daud" (Matius 1:1; 9:27; 12:23; 15:22; 20:30-31; 21:9,15; 22:41-45).

Meskipun ditujukan terutama untuk orang-orang Yahudi, Injil Matius juga memiliki pesan universal untuk seluruh gereja. Injil ini ingin menegaskan bahwa hampir semua orang Israel menolak Yesus sebagai Mesias karena Ia datang dalam peran yang lebih rohani daripada politis.

Matius juga menunjukkan bahwa hanya pada akhir zaman Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan-Nya sebagai Raja segala raja untuk menghakimi dan memerintah semua bangsa.

Tanggal dan tempat penulisan Injil Matius tidak dapat dipastikan, tetapi ada alasan kuat untuk percaya bahwa Matius menulis sebelum tahun 70 M ketika berada di Palestina atau Antiokia di Suriah. Beberapa ahli Alkitab percaya bahwa Injil ini adalah yang pertama ditulis, sementara yang lain berpendapat bahwa Injil Markus adalah yang pertama.

Tujuan Penulisan

  • Meneguhkan Iman Orang Yahudi: Matius ingin meneguhkan iman orang-orang Yahudi yang baru masuk Kristen dengan menunjukkan bahwa Yesus adalah Mesias yang telah dinubuatkan dalam Alkitab mereka.
  • Mengajarkan Ajaran Yesus: Injil Matius juga berisi ajaran-ajaran moral dan spiritual Yesus, seperti Sabda-Sabda-Nya dalam pemberitaan di Bukit (Matius 5-7), yang memberikan pedoman bagi kehidupan orang percaya.
  • Menunjukkan Kedudukan Yesus: Matius ingin menegaskan kedudukan Yesus sebagai Raja yang layak dihormati dan ditaati, bukan hanya bagi orang-orang Yahudi tetapi juga bagi semua orang.
  • Mengajarkan tentang Kerajaan Allah: Salah satu tema utama dalam Injil Matius adalah Kerajaan Allah, yang diwartakan oleh Yesus dan harus dihayati oleh orang percaya.

Matius menulis Injil ini untuk memberikan kepada pembacanya kesaksian mata mengenai kehidupan Yesus, meyakinkan mereka bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Mesias yang telah dinubuatkan, dan menunjukkan bahwa Kerajaan Allah dinyatakan melalui Yesus Kristus. Injil Matius ingin agar pembacanya memahami bahwa hampir semua orang Israel menolak Yesus dan kerajaan-Nya, dan bahwa hanya pada akhir zaman Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya sebagai Raja segala raja.

Injil Matius mencatat lima ajaran utama yang disampaikan oleh Yesus, termasuk Khotbah di Bukit, pengarahan bagi para penginjil, perumpamaan tentang Kerajaan Allah, sifat seorang murid sejati, dan ajaran tentang akhir zaman.

Selain itu, Injil ini juga mencatat lima kisah utama tentang perbuatan Yesus sebagai Mesias, termasuk mukjizat-mukjizat-Nya, pengumuman kerajaan-Nya, krisis-krisis yang timbul akibat pengumuman tersebut, perjalanan Yesus ke Yerusalem, dan penangkapan, penghakiman, penyaliban, dan kebangkitan-Nya.

Injil Matius memiliki ciri khas tersendiri, termasuk ke-Yahudiannya yang mencolok, penyajian yang teratur tentang ajaran dan pelayanan penyembuhan Yesus, serta penekanan pada standar-standar kebenaran Kerajaan Allah. Injil ini juga merupakan satu-satunya kitab dalam Perjanjian Baru yang menyebut gereja sebagai wadah yang dimiliki oleh Yesus di masa depan.